Kata pengantar
Puji syukur
kami panjatkan kehadapan Ide Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa karena
atas asung kerta waranugrahaNya penulis dapat menuliskan buku ini.
Buku ini
dengan judul makna bija untuk pendidikan merupakan buah pemikiran penulis yang
muncul setelah lama menerapkan makna
bija tersebut. Buku ini baik dijadikan
pedoman oleh para guru atau oleh orang
tua dalam mendidik anak-anak. Baik pula diterapkan oleh siapa saja yang ingin mendapatkan
manfaatnya.
Kiranya
demikianlah latar belakang buku ini dituliskan. Buku ini penuh dengan
keterbatasan, diakhir kata penulis mohon maaf jika dalam penulisan karya ini
ada hal yang kurang berkenan dihati para pembaca sekalian. Om Santhi Santhi
Santhi Om.
Wanasari agustus 2013
|
Pendahuluan
Pendidikan
agama adalah suatu media untuk mendidik anak didik agar ada perobahan dalam
diri mereka. Perubahan yang diharapkan adalah adanya kemajuan moral, kesadaran
dan kecerdasan atau pendek kata perilakunya selaras dengan darma.
Untuk
mewujudkan tujuan tersebut tentunya pendidikan agama perlu ditopang oleh ilmu
agama yang diterapkan dalam proses
pendidikan tersebut. Dengan bantuan ilmu agama seorang guru/orang tua akan
mendapatkan suatu ideologi yang dapat
dijadikan pedoman dalam membina siswa/ anaknya.
Makna bija
yang sering dipakai upacara persembahyangan baik sekali dijadikan ideologi
dalam mendidik siswa/anak didik. Nilai filsafat/tattwa dari bija tersebut perlu
diketahui dan dimengerti sehingga dalam mendidik anak ada ideologi/ pedoman
yang baku dalam mendidik anak. Mendidik siswa dengan pedoman kelak akan
menyebabkan ada perobahan dalam diri siswa sesuai dengan program yang dicanangkan
dalam pendidikan agama itu sendiri.
|
1.MAKNA BIJA
Makna dari bija dapat ditemukan melalui penggalian makna kata dan penggalian nilai filsafat dari beras yang dijadikan bija. Dari segi kata, kata bija dalam bahasa sanskerta artinya benih. Selanjutnya bila kata bija dipanjangkan menjadi “bijaksana”. Wija adalah nama lain dari bija, kata wija dipanjangkan menjadi wijaya yang artinya kemenangan.
Makna dari bija dapat ditemukan melalui penggalian makna kata dan penggalian nilai filsafat dari beras yang dijadikan bija. Dari segi kata, kata bija dalam bahasa sanskerta artinya benih. Selanjutnya bila kata bija dipanjangkan menjadi “bijaksana”. Wija adalah nama lain dari bija, kata wija dipanjangkan menjadi wijaya yang artinya kemenangan.
Beras sebagai sarana untuk membuat bija nilai
filsafatnya ditunjukkan oleh kepanjangan kata beras iaitu “berperasaan dan
Berhasil”. Dalam bahasa Bali beras disebut baas, nilai filsafatnya sesuai
kepanjangan kata baas iaitu “bebas”. Beras sebagai buah sendiri sebagai simbol
budi yang berisi.
|
Demikianlah
nilai filsafat dari bija atau wija yang memberikan suatu pengertian singkat
yang sekiranya baik sekali dijadikan ideologi atau pedoman dalam mendidik
siswa.
2.Simbol mantra OM.
Dalam sastra
weda mantra om merupakan benih dari semua mantra atau disebut dengan
bijamantra. Bija yang dipakai sarana upacara persembahyangan sendiri merupakan
simbol penggunaan bijamantra Om dalam
beragama. Selanjutnya bija mantraOm bila dihubungkan dengan pengertian
bija diatas akan diperoleh pengertian sebagai berikut:
- Mantra Om adalah benih kebijaksanaan yang dapat membuat seseorang semakin berbudi, cerdas yang memungkinkan seseorang kelak jadi orang berhasil meraih kemengan.
- Mntra OM adalah benih kebijaksanaan yang dapat membuat seseorang semakin berbudi luhur dengan hati berperasaan
- Mantra OM adalah benih kebijaksanaan yang dapat membuat seseorang semakin berbudi yang membuatnya bebas dari kegelapa, bebas dari kebodohan, dan bebas dari penderitaan.
3.Cara menerapkan bijamantra Om
Cara
menerapkan bija mantra Om dalam praktek pendidikan keagamaan adalah sesuai
dengan penggunaan bija dalam upacara persembahyangan. Dalam persembahyangan
bija diletakkan didahi, ditelan dengan mulut dan diletakkan dihulu hati. Dalam
penerapannya penggunaan bija mantra Om tersebut sesuai dengan makna penempatan
bija tersebut sebagai berikut:
1.
|
- Penempatan bija disela alis/dahi itu bermakna bijamantra Om yang diingat berkali-kali dengan pikiran agar menempel dipikiran.
- Menelan bija dengan Mulut bermakna bijamantra Om diucapkan berkali-kali dengan mulut.
- Meletakkan bija dihulu hati bermakna ucapkan bijamantra Om didalam hati bila situasi lingkungan tidak mengijinkan.
Jadi sesuai
dengan penempatan bija diatas sekiranya dalam praktek keagamaan
ketika sembahyang yang perlu dilakukan adalah seseorang/umat/siswa harus
menggunakan pikiran untuk mengingat mantra Om sebanyak-banyaknya dan
menggunakan mulutnya untuk mengucapkan mantra Om sebanyak-banyaknya, serta
ketika berada diluar tempat suci agar tidak disangka yang bukan bukan seseorang
dapat mengucapkan mantra om didalam hatinya saja.
|
4.Proses pengisian akalbudi/idep
Bija yang
dibuat dari beras adalah buah padi yang berisi, hal ini bermakna proses
penerapan makna bija dalam praktek dengan mengingat dan mengucapkan mantra om
berkali-kali atau sebanyak-banyaknya itu merupakan proses pengisian mental(akal
budi)
Seperti buah
padi ada proses pengisiannya kiranya demikian pula mengingat dan mengucapkan
bijamantra Om berulang-ulang merupakan proses pengisian akal budi agar anak bisa
jadi orang bebudi dan bijaksana.
Karena itu
agar punya anak yang berbudi, cerdas dan bijaksana orang tua wajib menganjurkan
anaknya untuk menggucapkan bijamantra Om sehari-hari. Bangun pagi suruh mereka
ingat dan ucapkan mantra om sebanyak-banyaknya ketika memuja Tuhan dan sorenya
juga demikian agar batinnya berisi.
|
Terbebas dari
kebodohan dan kemiskinan juga disebabkan oleh kecerdasan itu sendiri. Karena
itulah agar bertambah cerdas dan jadi orang berhasil meraih kemengan seseorang
harus berusaha mengisi batinnya(pikiran dan akalnya) dengan selalu ingat mantra
Om sebanyak-banyaknya...
|
Mulut juga yang
dipakai mengucapkan mantra Om akan berperan untuk menyucikan ucapan. Dari mulut
yang suci akan keluar kata-kata yang suci
seperti berkata dengan lemah lembut, sopan dan mulut tidak mengucapkan
kata-kata kotor seperti kata-kata jorok, fitnah dan sejenis umpatan. Bila
mulut sering mengucapkan kata-kata kotor
alangkah baiknya dibilas dengan mantra
Om sebanyak-banyaknya.
Selanjutnya
pengucapan mantra Om didalam hati atau tanpa suara dan tanpa gerak bibir itu
merupakan proses pengisian hati agar hati jadi lebih berperasaan. Hati yang
berperasaan itulah landasan dari sifat bijaksana. Dari hati yang berperasaan
itulah melahirkan pemikiran yang bijaksana secara menyeluruh. Selanjutnya hati
yang berperasaan itulah darma. Orang yang
hidup berlandaskan darma tentu hatinya berperasaan. Karena itu agar
selaras dengan darma perlu pengisian batin dengan mempraktekkan filsafat bija
tersebut.
5.TUMBUH ADALAH SIFAT-SIFAT BENIH.
|
Jika seseorang
mengharapkan anaknya bijaksana tapi tidak menganjurkan mereka menanamkan benih
kebijaksanaan hal ini sama dengan seseorang tidak menanam padi tetapi berharap
buah padi. Kalau demikian adanya dari mana didapat panenan? Tentu tidak ada
panenan. Mungkin hanya rumput yang tumbuh subur dilahannya. Dalam hal ini hanya
kelakuan yang tidak bijaksana yang dimiliki oleh anak didiknya. Hal ini
bagaikan rumput liar yang tiada berguna yang tumbuh dilahan persawahan...
6.BEBAS DARI PENDERITAAN
|
Asalkan
seseorang tekun mengucapkan mantra om sebanyak-banyaknya maka mantra tersebut akan membantu seseorang
bebas dari penderitaan sedikit demi sedikit. Bagi orang yang selalu menderita
atau sakit-sakitan coba biasakan mengucapkan mantra om sebanyak-banyaknya. Bangun
pagi ucapkan 100x sampai 500x dan sorenya juga demikian dan setelah sampai
banyak seseorang akan merasakan manfaatnya. Karenanya agar sedikit terbebas
dari penderitaan manusia harus berjuang melawan kemalasan dan mau mengucapkan
mantra om sebanyak mungkin.
Dalam urusan
kesehatan padukan penggunaan obat medis, herbal, terapi atau bantuan orang
pintar dengan pengucapan mantra Om sehari-hari niscaya penderitaan bisa berkurang..
7. NIRGUNA DAN SAGUNA BRAHMAN
Mantra Om
adalah aksara tunggal sebagai nama Tuhan
Yang Maha Esa atau yang disebut sang hyang Tunggal.... Mantra Om tersebut merupakan nama Tuhan yang
hakekatnya bersifat nirguna atau tanpa diwujudkan. Mantra om tersebut kalau
diucapkan sangat singkat sekali.
Karena singkatnya
mantra tersebut lalu mantra tersebut
dijabarkan menjadi mantra yang bersifat
saguna brahman dalam wujud dewa-dewi. Mantra Om dirangkai dengan nama
dewa-dewi. Hal ini bagaikan benih padi ditumbuhkan menjadi amburan . Berikut
ini ada beberapa mantra dalam bentuk saguna brahman sebagai berikut:
- OM Namah Siwaya,
- Om Namo Narayanaya,
- Om Sri Ganesa ya namaha,
- Hari Om,
- Om Namo Bhagawate wasudewaya
- Gayatri mantra dll.
|
Pengucapan
mantra diatas manfaatnya sama pula iaitu untuk pengisian batin. Karenanya bagi
orang yang kurang berisi, kurang berpotensi dapat mengisinya dengan mengucapkan
mantra sehari-hari,
8.Mengisi batin dengan bernyanyi.
Tekhnik
pengisian dengan mengucapkan mantra seperti diatas itu merupakan teknik dasar.
Guru-guru kerohanian modern yang merupakan guru sejati mengembangkan tehnik
pengisian tersebut dengan cara bernyanyi. Tekniknya saja yang dirobah atau
dipareasi tetapi tujuannya tidak berubah iaitu untuk mengisi batin.
|
Selain
pengisian batin melalui bernyanyi itu akan memberikan perasaan riang dan
gembira. Rasa sedih bisa hilang dalam suasana hati yang riang gembira. Pepatah mengatakan sambil menyelam minum air
kiranya demikianlah sambil bernyanyi selain mengisi batin ada rasa riang
gembira yang dihasilkan dari menyanyikan lagu-lagu rohani. Teristimewa bila
mantra dirubah dalam bentuk nyanyian akan lebih cepat dihapal.
9.Ilmu Padi
Semakin berisi
semakin merunduk adalah suatu pandangan dari para orang tua tentang konsep ilmu
padi. Konsep ilmu padi yang dilontarkan para orang tua itu konsep lama, ada
konsep baru tentang ilmu padi yang kebenarannya tersimpan pada kata PADI.
|
Mematuhi agama dengan ikhlas dengan menerapkan makna bija itu sebagai
pertanda tunduk pada ajaran agama.
Tunduk pada ajaran agama itu yang menuntun seseorang perlahan-lahan jadi orang
merunduk atau jadi orang rendah hati.
Kalau tidak menerapkan ilmu padi seseorang akan selalu meninggi bagaikan padi
beluk yang selalu merasa diri baik atau merasa benar.
Karenanya agar
jadi rendah hati seseorang harus patuhi agama dengan ikhlas iaitu terapkan
makna bija tersebut. Jangan berharap macem-macem dalam beragama, intinya
terapkan makna bija kelak kecerdasannya akan semakin berisi seperti buah padi
semakin merunduk ketika mulai berisi.
Bila tekun
menerapkan makna bija maka bila waktunya
kecerdasannya jadi matang dan siap dipanen. Kata panen dipanjangkan menjadi “pahala
menentukan nasib”. Dalam hal ini akal
yang berisi itu sebagai pahala yang akan menentukan nasib seseorang kelak..
10.Mental dedak/Oot
|
Mental dedak
tersebut demen dengan barang daki dalam artian suka dengan berita yang
kotor-kotor, suka mendengar dan membicarakan keburukan orang lain. Mental dedak
tidak suka dengan ajaran kebaikan dan menolak ajaran agama.
Dalam bahasa Bali
dedak disebut dengan nama Oot, kata oot dipanjangkan menjadi “sewoot”. Dalam
hal ini mental dedak yang demen barang daki kebiasaannya suka sewoot. Ada orang
belajar agama mengikuti guru sejati mereka akan sewoot setengah mati sementara
ia sendiri ditanya soal agama tidak tahu apa-apa soal agama. Mereka juga tidak
menerapkan ajaran agama dalam kesehariannya.
|
Karena idiot mereka jadi ngotot mempertahankan tradisinya dan
menganggap itulah kebenaran. Hal ini benar juga karena kemampuan berpikirnya
lemah. Repot sekali memberi penerangan agama pada orang-orang idiot. Mereka
hanya mengandalkan kekuatan otot belaka akal budinya lemah.
Orang yang
bermental dedak sesungguhnya moral dan kesadarannya telah merosot tetapi karena
idiot mereka tidak menyadari . Tidak menyadari diri moral dan kesadaran merosot justru orang yang
belajar mengikuti guru disalahkan atau disisihkan.
|
Karenanya agar
ada perobahan generasi dan kesadaran kebodohan jangan dipelihara. Merasa diri
bodoh harus mau belajar menerapkan makna bija. Kalau diri sudah bodoh lagi tak
mau belajar tentu susah ada perobahan dan sepanjang hidup jadi bodoh selamanya.
Merosotnya
kesadaran dalam berbangsa dan bernegara, merosotnya kesadaran bergotong royong perbaikan jalan tani merupakan salah satu
ciri dari manusia kebanyakan bermental
dedak. Mereka kebanyakan tidak menerapkan makna bija.
11.Mental beluk
Buah padi yang
keluar putih kulitnya tanpa isi disebut beluk.
Kata beluk dipanjangkan menjadi “berlagak luhur kelihatannya”. Kata
beluk dalam bahasa Bali dipanjangkan menjadi “belog, upekarane Kukuhin” artinya
bodoh, upacaranya dikukuhi”.
|
Orang yang berlagak luhur disinilah mereka tidak suka melihat orang yang ikut perguruan
yang berbuat salah ketika
diuji. Orang yang berlagak
benar maunya orang belajar ikut
perguruan seharusnya lebih
baik, tidak salah-salah. Dalam belajar
mustahil tidak salah.
Justru dari kesalahan
yang pernah diperbuat bagi yang belajar dapat belajar dari kesalahannya. Ini yang
tidak mau dimengerti oleh orang
berlagak luhur.
Dengan melihat
kesalahan yang biasa
dilakukan oleh orang ikut perguruan
itu membuat orang yang tidak ikut perguruan merasa
diri lebih luhur dan berlagak
lebih baik. Berlagak luhur, merasa diri
benar dan memandang rendah padaorang yang ikut
perguruan rohani.
Ikut perguruan
rohani juga dipandang salah karena meninggalkan
tradisi dari warisan
leluhur. Agama secara
tradisi yang banyak upacara itu
hanya kulit-kulit agama.
Orang yang cerdas mengetahui hal itu maka
mereka cari perguruan rohani.
Alam gaib
tahu kondisi mental
manusia yang sebenarnya.
Masyarakat yang tak suka belajar
dan yang merasa diri
lebih baik juga
diliriknya. Salah satu
dari masyarakatny suatu saat
ada yang dipaksa oleh
gaib agar jadi pemimpin
umat/pemangku.
Pemangku dari golongan orang yang tak suka
belajar ikut perguruan
diberikan tugas menjalankan
upacara keagamaan. Pelajaran mereka diseputar
bagaimana caranya melaksanakan upacara keagamaan.
Karena tugasnya
sebatas itu maka kalau
ditanya apa maknanya mereka akan tidak
bisa menerangkannya. Mereka bagaikan buah padi beluk yang
keluar putih kulinya tetapi
kosong tanpa isi.
Banyak mental
masyarakat seperti buah padi bluk
iaitu baiknya secara
formal didepan umum, tetapi isi kebaikan
dihatinya kosong, kurang
berperasaan tetapi pintar berlagak
luhur/berlagak baik atau pintar
ngakali.
Orang yang pintar
ngakali seperti tersebutlah diakali juga oleh
Alam gaib agar
ada kegiatan agama dengan
diberi aturan upacara
yang banyak agar mereka
belajar berkorban. Tanpa diberi upacara mereka
tak ada kegiatan sama sekali
dalam keagamaan dalam kesehariannya.
Dibuatkanlah hari-hari
suci secara formal
sehingga masyarakat nampak
sibuk berupacara pada hari tersebut. Selepas dari hari
formal maka kegiatan keagamaan
tidak ada sama sekali.
Hanya orang yang belajar
agama ikut perguruan
yang hari-harinya sibuk dalam urusan
agama. Mereka beragama seperti
anak sekolah iaitu setiap hari
berusaha menerapkan disiplin sembahyang,
setiap hari berjapamantra dan
berkumpul dengarkan ceramah
agama setiap minggu sekali.
Tentu juga
sebagai manusia biasa orang yang ikut perguruan bukan berarti mereka lebih pintar
dari orang yang tidak ikut perguruan.
Justru mereka mungkin lebih bodoh
tetapi menyadari kebodohannya
lalu mereka belajar kerohanian
berharap minta bimbingan dari guru
kerohanian yang memiliki keahlian..
Sebenarnya masyarakat
tidak ingin jauh-jauh cari guru
kerohanian, tetapi apa boleh buat
pemangkunya hanya tahu
sebatas urusan upacara saja. Karena itu
terpaksalah loncat cari guru
kerohaian dan belajar pada seorang guru
yang berpengetahuan agar kelak bisa
jadi orang yang akalnya
berisi seperti beras.
Begitu saja intinya orang belajar kerohanian
agar ia kelak jadi orang yang
awalnya kosong berubah jadi pribadi yang
berisi, berasil.
Bagaikan menanam
padi agar kelak dihasilkan buah padi iaitu beras yang bisa
dipakai nasi. Bukan mengharap buah padi beluk yang putih
tanpa isi. Petani
saja sedih bila padi
yang ditanam kebanyakan berbuah
keluar putih...
12.Mental hama
Didunia ini ada tanaman padi tentu ada pula hamanya
atau merane dalam bahasa Balinya. Kiranya demikian pula didunia ini ada orang
yang berusaha menerapkan ilmu padi dan ada pula manusia bermental hama.
Manusia
bermental hama tersebut sesuai kepanjangan kata hama iaitu “hanya materi”.
Manusia bermental hama dipikiran mereka
hanya materi saja yang dipikirkan. Mereka tidak tertarik mendalami agama. Orang
yang menerapkan ilmu padi yang berada
dilingkungan yang kebanyakan bermental hama hidupnya akan sering dipermainkan,
dilecehkan. Hal ini ibarat padi yang
direbut oleh hama.
Kata hama
dapat juga dipanjangkan menjadi “ hanya makan, main,mabuk-mabukan ,madat dan
manak”. Hidup bermental hama hari-hari mengejar materi hal itu semata-mata agar
bisa makan, main judi, mabuk-mabukan, madat lalu manak. Sangat sulit sekali
menganjurkan ilmu padi dengan menerapkan
makna bija dilingkungan manusia bermental hama.
|
Kalau diukur
dari tradisi orang yang menerapkan ilmu
padi iaitu menerapkan makna bija jelas salah tetapi agama membenarkan. Karena alasan itulah orang
yang mengerti taat menjalankan ilmu padi dan tidak terlalu kukuh dengan
tradisi.
Hukumnya orang
belajar ada ujiannya, kiranya demikian pula orang yang menerapkan ilmu padi ada
ujiannya. Ujiannya dipermainkan oleh orang yang bermental hama. Sementara orang
yang bermental hama tidak akan mendapat ujian dan mereka hanya mendapat ganjaran.
Ganjaran dari
orang bermental hama adalah tanamannya dipermaikan oleh banyaknya hama.
Ketika tanamannya diserang banyak hama
disanalah mereka pernah merasakan kesedihan. kesedihan macam ini pula yang
dirasakan oleh orang yang taat pada ilmu padi ketika diuji/dipermainkan.
|
Hama tanaman
akan menghabiskan isi buah, kiranya
mental hama dalam diri dapat menghabiskan kecerdasan. Karena itu demi
akal budi semakin berisi orang yang taat
pada ilmu padi berusaha
mengurangi mental hama didlam dirinya.
13.Gabah, sekam dan nasi
Gabah adalah
buah padi yang masih berkulit. Kulit padi setelah dikupas disebut sekam. Kata
gabah dan sekam semuanya bermakna dan berhubungan satu sama lain.
|
Hawanafsu tersebut menyelubungi
hati yang berperasaan. Karenanya agar budi bebas dari nafsu seseorang perlu
menggiling budi dengan cara pergi berkeliling jalan kaki berkelana. Melalui
berkelana budi jadi bebas dan kecerdasannya meningkat yang dapat membawa
keberhasilan.
Nasi sendiri
dipanjangkan menjadi nasib. Hal ini bermakna dengan memiliki kecerdasan kelak
nasibnyapun jadi berubah. Karenanya agar nasib berubah seseorang harus berani
panas/menderita dalam menerapkan makna bija seperti nasi dipanasi.
14.Sloka-sloka
1.
|
- Aksara tunggal OM adalah Brahman yang tertinggi, pranayama adalah bentuk kesucian yang tertinggi, tetapi tidak ada yang melebihi sawitri, kebenaran adalah lebih baik dari berdiam diri(MDS II -83)
Berdasarkan
sloka diatas aksara tunggal OM yang merupakan bijamantra tersebut adalah
brahman atau Tuhan yang maha tinggi.
Sloka tersebut menegaskan mantra OM dan Brahman itu satu. Jadi ketika umat
mengucapkan mantra OM itu berarti mereka
berhubungan langsung dengan Tuhan. Bila dengan sabar mengucapkan mantra OM maka
Tuhan akan menganugrahkan keberhasilan
bagi umatnya bila saatnya.
- Semua upacara yajna ditetapkan didalam weda, pembakaran kurban dan upacara yajna lainnya terlampaui tetapi ketahuailah bahwa Omkara itu kekal abadi dan itu adalah brahman, penguasa mahluk(MDS II-84).
|
- Hendaklah mengucapkan pranawa(aksara OM) pada permulan dan penutup pelajaran weda, karena kalau tak didahului dengan Om pelajaran akan tergelincir menyasar dan kalau tidak diikuti pada penutup maka pelajaran itu akan menghilang(MDS II-74)
Pada seloka
diatas menegaskan kepada orang yang belajar
atau membuka weda wajib memulainya dengan pengucapan mantra Om. Jika tidak didahului dengan
pengucapan mantra OM pelajarannya bisa tergelincir atau menyimpang dari tujuan
yang ditetapkan oleh agama. sebaliknya
pada penutup pelajaran jika tidak mengucapkan mantra Om maka apa yang
dipelajari dari kitab suci akan lenyap atau hilang dari ingatan. Karena itu penting sekali mengucapkan mantra
om tersebut dan agar ingatan semakin kuat kiranya bija mantra itu harus
diucapkan berulang-ulang sampai banyak...
4.
|
- Dengan mengucapkan aksara tunggal OM, iaitu Brahman dan memikirkan Aku sewaktu ajal akan meninggalkan badan jasmani, ia akan berangkat mencapai tujuan tertinggi(Bhagawadgita III-13)
Karenanya agar mampu mengucapkan mantra Om saat ajal meninggal perlu membiasakan diri untuk mengucapkan mantra Om sehari-hari. Bila saat ajal tiba mampu mengucapkan mantra Om atau nama Tuhan niscaya seseorang berangkat menuju tujuan yang tertinggi bersatu dengan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar