Senin, 14 Mei 2018

MAKNA BIJA UNTUK PENDIDIKAN


Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ide Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa karena atas asung kerta waranugrahaNya penulis dapat menuliskan buku ini.
Buku ini dengan judul makna bija untuk pendidikan merupakan buah pemikiran penulis yang muncul setelah  lama menerapkan makna bija tersebut. Buku  ini baik dijadikan pedoman  oleh para guru atau oleh orang tua dalam mendidik anak-anak. Baik pula diterapkan oleh siapa saja yang ingin mendapatkan manfaatnya.
Kiranya demikianlah latar belakang buku ini dituliskan. Buku ini penuh dengan keterbatasan, diakhir kata penulis mohon maaf jika dalam penulisan karya ini ada hal yang kurang berkenan dihati para pembaca sekalian. Om Santhi Santhi Santhi Om.
                                                                                                       Wanasari  agustus 2013
                                                                           
i
 
                                                                                                                       Penulis  

Pendahuluan

Pendidikan agama adalah suatu media untuk mendidik anak didik agar ada perobahan dalam diri mereka. Perubahan yang diharapkan adalah adanya kemajuan moral, kesadaran dan kecerdasan atau pendek kata perilakunya selaras dengan darma.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut tentunya pendidikan agama perlu ditopang oleh ilmu agama  yang diterapkan dalam proses pendidikan tersebut. Dengan bantuan ilmu agama seorang guru/orang tua akan mendapatkan suatu ideologi  yang dapat dijadikan pedoman dalam membina siswa/ anaknya.
Makna bija yang sering dipakai upacara persembahyangan baik sekali dijadikan ideologi dalam mendidik siswa/anak didik. Nilai filsafat/tattwa dari bija tersebut perlu diketahui dan dimengerti sehingga dalam mendidik anak ada ideologi/ pedoman yang baku dalam mendidik anak. Mendidik siswa dengan pedoman kelak akan menyebabkan ada perobahan dalam diri   siswa sesuai dengan program yang dicanangkan dalam pendidikan agama itu sendiri.



 
 
1.MAKNA BIJA

Makna dari bija dapat ditemukan melalui penggalian makna kata dan penggalian nilai filsafat dari beras yang dijadikan bija. Dari segi kata, kata bija dalam bahasa sanskerta artinya benih. Selanjutnya bila kata bija dipanjangkan menjadi “bijaksana”.  Wija adalah nama lain dari bija, kata wija dipanjangkan menjadi wijaya yang artinya kemenangan.
Beras  sebagai sarana untuk membuat bija nilai filsafatnya ditunjukkan oleh kepanjangan kata beras iaitu “berperasaan dan Berhasil”. Dalam bahasa Bali beras disebut baas, nilai filsafatnya sesuai kepanjangan kata baas iaitu “bebas”. Beras sebagai buah sendiri sebagai simbol budi yang berisi.

 
Dari penggalian nilai filsafat bija yang dibuat dari beras tersebut nilainya dapat dirangkum dengan definisi atau pengertian “bija adalah benih kebijaksanaan yang dapat membuat seseorang memiliki akal budi yang memungkinkan seseorang jadi lebih berperasaan, jadi  berhasil ,meraih kemenangan dan membuat batinnya bebaas dari kebodohan.
  Demikianlah nilai filsafat dari bija atau wija yang memberikan suatu pengertian singkat yang sekiranya baik sekali dijadikan ideologi atau pedoman dalam mendidik siswa.

2.Simbol mantra OM.

Dalam sastra weda mantra om merupakan benih dari semua mantra atau disebut dengan bijamantra. Bija yang dipakai sarana upacara persembahyangan sendiri merupakan simbol penggunaan bijamantra Om dalam  beragama. Selanjutnya bija mantraOm bila dihubungkan dengan pengertian bija diatas akan diperoleh pengertian  sebagai berikut:
  1.  Mantra Om adalah benih kebijaksanaan yang dapat membuat seseorang semakin berbudi, cerdas  yang memungkinkan seseorang kelak jadi orang berhasil meraih kemengan.
  2. Mntra OM  adalah  benih kebijaksanaan yang dapat  membuat  seseorang  semakin berbudi luhur  dengan  hati berperasaan
  3. Mantra OM  adalah benih kebijaksanaan yang dapat membuat seseorang  semakin berbudi  yang membuatnya bebas  dari kegelapa, bebas  dari kebodohan,  dan bebas  dari penderitaan. 
Demikianlah  tiga   definisi  atau pengertian dari bijamantra Om  yang dihubungka  dengan  filsafat bija  yang terbuat dari beras. Makna  bija tersebut penting  dimengerti  oleh seseorang  dalam berkeyakinan  sehingga  diperoleh hasil  sesuai  dengan yang  ditunjukkan  oleh  filsafat  bija tersebut.


3.Cara menerapkan bijamantra Om 
Cara menerapkan bija mantra Om dalam praktek pendidikan keagamaan adalah sesuai dengan penggunaan bija dalam upacara persembahyangan. Dalam persembahyangan bija diletakkan didahi, ditelan dengan mulut dan diletakkan dihulu hati. Dalam penerapannya penggunaan bija mantra Om tersebut sesuai dengan makna penempatan bija tersebut sebagai berikut:
1.   
  • Penempatan bija disela alis/dahi itu bermakna  bijamantra Om yang  diingat berkali-kali  dengan pikiran agar menempel dipikiran.
  •  Menelan bija dengan Mulut bermakna  bijamantra Om diucapkan berkali-kali dengan mulut.
  • Meletakkan bija dihulu hati bermakna ucapkan bijamantra Om didalam hati bila situasi lingkungan tidak mengijinkan.
Jadi sesuai dengan  penempatan bija  diatas sekiranya dalam praktek keagamaan ketika sembahyang yang perlu dilakukan adalah seseorang/umat/siswa harus menggunakan pikiran untuk mengingat mantra Om sebanyak-banyaknya dan menggunakan mulutnya untuk mengucapkan mantra Om sebanyak-banyaknya, serta ketika berada diluar tempat suci agar tidak disangka yang bukan bukan seseorang dapat mengucapkan mantra om didalam hatinya saja.

 
Jadi dalam proses pendidikan keagamaan praktek menerapkan makna bija dengan mengingat dan mengucapkan mantra om  perlu dianjurkan kepada siswa/umat agar mereka kelak jadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Pribadi bijaksana,yang berbudi luhur, cerdas, berperasaan, bebas dari kebodohan itulah  harapan semua orang.

4.Proses pengisian akalbudi/idep

Bija yang dibuat dari beras adalah buah padi yang berisi, hal ini bermakna proses penerapan makna bija dalam praktek dengan mengingat dan mengucapkan mantra om berkali-kali atau sebanyak-banyaknya itu merupakan proses pengisian mental(akal budi)
Seperti buah padi ada proses pengisiannya kiranya demikian pula mengingat dan mengucapkan bijamantra Om berulang-ulang merupakan proses pengisian akal budi agar anak bisa jadi orang bebudi dan bijaksana.
Karena itu agar punya anak yang berbudi, cerdas dan bijaksana orang tua wajib menganjurkan anaknya untuk menggucapkan bijamantra Om sehari-hari. Bangun pagi suruh mereka ingat dan ucapkan mantra om sebanyak-banyaknya ketika memuja Tuhan dan sorenya juga demikian agar batinnya berisi.
6
 
Ketika proses pengisian berlangsung melalui mengingat mantra Om maka batin akan semakin berisi. Setelah diisi  maka pikiran yang awalnya kosong/kurang cerdas akan jadi berisi yang membuat kecerdasan semakin meningkat perlahan-lahan. Akal budi yang kosong bila selalu diisi membuat akal budi seseorang  semakin meningkat. Bila  pikiran semakin cerdas dan berakal  seperti beras yang berisi tentu akan menuntun seseorang jadi orang berhasil dalam mengejar cita-citanya didunia ini. Menjadi orang cerdas atau berbudi akan mengantarkan seseorang berhasil meraih kemenagan didunia ini. Apapun peran yang mereka mainkan dalam kehidupan ini karena berbudi mereka bisa berhasil meraih kemenangan.
Terbebas dari kebodohan dan kemiskinan juga disebabkan oleh kecerdasan itu sendiri. Karena itulah agar bertambah cerdas dan jadi orang berhasil meraih kemengan seseorang harus berusaha mengisi batinnya(pikiran dan akalnya) dengan selalu ingat mantra Om sebanyak-banyaknya...
7
 
 Seperti beras warnanya putih, kiranya demikian pula pikiran yang diisi dengan cara mengingat mantra Om, maka mantra om akan membuat pikiran jadi putih suci. Karena pikiran putih suci itu akan membuat  pikiran bebas dari kegelapan hati. Karena itu bagi orang yang dirundung kegelapan sucikan pikiran dengan selalu ingat  mantra Om sebanyak-banyaknya.
Mulut juga yang dipakai mengucapkan mantra Om akan berperan untuk menyucikan ucapan. Dari mulut yang suci akan keluar kata-kata yang suci  seperti berkata dengan lemah lembut, sopan dan mulut tidak mengucapkan kata-kata kotor seperti kata-kata jorok, fitnah dan sejenis umpatan. Bila mulut  sering mengucapkan kata-kata kotor alangkah baiknya  dibilas dengan mantra Om sebanyak-banyaknya.
Selanjutnya pengucapan mantra Om didalam hati atau tanpa suara dan tanpa gerak bibir itu merupakan proses pengisian hati agar hati jadi lebih berperasaan. Hati yang berperasaan itulah landasan dari sifat bijaksana. Dari hati yang berperasaan itulah melahirkan pemikiran yang bijaksana secara menyeluruh. Selanjutnya hati yang berperasaan itulah darma. Orang yang  hidup berlandaskan darma tentu hatinya berperasaan. Karena itu agar selaras dengan darma perlu pengisian batin dengan mempraktekkan filsafat bija tersebut.

5.TUMBUH ADALAH SIFAT-SIFAT BENIH.

 
Semua benih memiliki sifat tumbuh. Tergantung benih tanaman apa yang ditanam kelak buah yang dihasilkan juga sesuai dengan benih yang ditanam. Kiranya demikian pula bila bijamantra om yang ditanamkan dalam batin seseorang dari padanya akan tumbuh sifat-sifat yang bijaksana dikemudian hari dengan hatinya jadi lebih berperasaan. Karena itu agar dihasilkan anak yang bijaksana tanamkanlah benih kebijaksanaan iaitu mantra Om dalam diri siswa/umat.
Jika seseorang mengharapkan anaknya bijaksana tapi tidak menganjurkan mereka menanamkan benih kebijaksanaan hal ini sama dengan seseorang tidak menanam padi tetapi berharap buah padi. Kalau demikian adanya dari mana didapat panenan? Tentu tidak ada panenan. Mungkin hanya rumput yang tumbuh subur dilahannya. Dalam hal ini hanya kelakuan yang tidak bijaksana yang dimiliki oleh anak didiknya. Hal ini bagaikan rumput liar yang tiada berguna yang tumbuh dilahan persawahan...

6.BEBAS DARI PENDERITAAN

 
Bebas dari kebodohan dan bebas dari kemiskinan itu semua harapan dari setiap orang dibumi dan satunya bebas dari penderitaan atau sakit-sakitan juga dambaan dari setiap orang yang menderita. Setiap orang sudah hukumnya ingin terbebas dari penderitaan siapapun mereka. Agar terbebas dari penderitaan sesuai kepanjangan kata baas menjadi bebas, pengucapan mantra dan mengingat mantra om  akan membantu seseorang terbebas dari penderitaan perlahan-lahan.
Asalkan seseorang tekun mengucapkan mantra om sebanyak-banyaknya  maka mantra tersebut akan membantu seseorang bebas dari penderitaan sedikit demi sedikit. Bagi orang yang selalu menderita atau sakit-sakitan coba biasakan mengucapkan mantra om sebanyak-banyaknya. Bangun pagi ucapkan 100x sampai 500x dan sorenya juga demikian dan setelah sampai banyak seseorang akan merasakan manfaatnya. Karenanya agar sedikit terbebas dari penderitaan manusia harus berjuang melawan kemalasan dan mau mengucapkan mantra  om sebanyak mungkin.
Dalam urusan kesehatan padukan penggunaan obat medis, herbal, terapi atau bantuan orang pintar dengan pengucapan mantra Om sehari-hari niscaya penderitaan  bisa berkurang.. 



 
7. NIRGUNA DAN SAGUNA BRAHMAN

Mantra Om adalah aksara tunggal sebagai  nama Tuhan Yang Maha Esa atau yang disebut sang hyang Tunggal....  Mantra Om tersebut merupakan nama Tuhan yang hakekatnya bersifat nirguna atau tanpa diwujudkan. Mantra om tersebut kalau diucapkan sangat singkat sekali.
Karena singkatnya mantra tersebut lalu  mantra tersebut dijabarkan  menjadi mantra yang bersifat saguna brahman dalam wujud dewa-dewi. Mantra Om dirangkai dengan nama dewa-dewi. Hal ini bagaikan benih padi ditumbuhkan menjadi amburan . Berikut ini ada beberapa mantra dalam bentuk saguna brahman sebagai berikut:

  1.        OM Namah Siwaya,
  2.        Om Namo Narayanaya,
  3.       Om Sri Ganesa ya namaha,
  4.   Hari Om,
  5.   Om Namo Bhagawate wasudewaya
  6.    Gayatri mantra dll.
 
Jika mengucapkan mantra Om terlalu pendek dan tidak bisa memusatkan pikiran pada Sang Hyang Tunggal seseorang dapat memilih salah satu mantra diatas dan menggunakan wujud dewata sesuai mantra yang diucapkan. Sebagai contoh bila mengucapkan mantra Om namah siwaya seseorang memakai gambar dewa Siwa untuk berkonsentrasi. Kiranya demikian pula dengan menggunakan mantra yang lainnya...
Pengucapan mantra diatas manfaatnya sama pula iaitu untuk pengisian batin. Karenanya bagi orang yang kurang berisi, kurang berpotensi dapat mengisinya dengan mengucapkan mantra sehari-hari,

8.Mengisi batin dengan bernyanyi.

Tekhnik pengisian dengan mengucapkan mantra seperti diatas itu merupakan teknik dasar. Guru-guru kerohanian modern yang merupakan guru sejati mengembangkan tehnik pengisian tersebut dengan cara bernyanyi. Tekniknya saja yang dirobah atau dipareasi tetapi tujuannya tidak berubah iaitu untuk mengisi batin.
 
 Dalam teknik ini mantra dalam bentuk saguna brahman tersebut diolah menjadi lagu-lagu rohani. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan beramai-ramai. Akhirnya sambil bernyanyi perlahan-lahan pikiran dan budi semakin berisi.
Selain pengisian batin melalui bernyanyi itu akan memberikan perasaan riang dan gembira. Rasa sedih bisa hilang dalam suasana hati yang riang gembira.  Pepatah mengatakan sambil menyelam minum air kiranya demikianlah sambil bernyanyi selain mengisi batin ada rasa riang gembira yang dihasilkan dari menyanyikan lagu-lagu rohani. Teristimewa bila mantra dirubah dalam bentuk nyanyian akan lebih cepat dihapal.

 9.Ilmu Padi

Semakin berisi semakin merunduk adalah suatu pandangan dari para orang tua tentang konsep ilmu padi. Konsep ilmu padi yang dilontarkan para orang tua itu konsep lama, ada konsep baru tentang ilmu padi yang kebenarannya tersimpan pada kata PADI.

 
Ilmu padi baru ditunjukkan oleh kepanjangan setiap hurup dari kata padi tersebut iaitu “Patuhi Agama/Ajaran Dengan Ikhlas”. Jadi sesuai kepanjangan kata padi tersebut ilmu padi  intinya adalah patuhi ajaran agama dengan Ikhlas.
 Mematuhi agama dengan ikhlas  dengan menerapkan makna bija itu sebagai pertanda  tunduk pada ajaran agama. Tunduk pada ajaran agama itu yang menuntun seseorang perlahan-lahan jadi orang merunduk   atau jadi orang rendah hati. Kalau tidak menerapkan ilmu padi seseorang akan selalu meninggi bagaikan padi beluk yang selalu merasa diri baik atau merasa benar.
Karenanya agar jadi rendah hati seseorang harus patuhi agama dengan ikhlas iaitu terapkan makna bija tersebut. Jangan berharap macem-macem dalam beragama, intinya terapkan makna bija kelak kecerdasannya akan semakin berisi seperti buah padi semakin merunduk ketika mulai berisi.
Bila tekun menerapkan  makna bija maka bila waktunya kecerdasannya jadi matang dan siap dipanen. Kata panen dipanjangkan menjadi “pahala menentukan nasib”.  Dalam hal ini akal yang berisi  itu sebagai pahala  yang akan menentukan nasib  seseorang kelak..

10.Mental dedak/Oot
 
Dedak adalah kulit padi hasil  buangan dari menggiling padi. Seperti kata beras ada kepanjangannya, kata dedak pun ada kepanjangannya iaitu “demen daki”. Dihubungkan dengan mental sekiranya ada manusia bermental dedak.
Mental dedak tersebut demen dengan barang daki dalam artian suka dengan berita yang kotor-kotor, suka mendengar dan membicarakan keburukan orang lain. Mental dedak tidak suka dengan ajaran kebaikan dan menolak ajaran agama.
Dalam bahasa Bali dedak disebut dengan nama Oot, kata oot dipanjangkan menjadi “sewoot”. Dalam hal ini mental dedak yang demen barang daki kebiasaannya suka sewoot. Ada orang belajar agama mengikuti guru sejati mereka akan sewoot setengah mati sementara ia sendiri ditanya soal agama tidak tahu apa-apa soal agama. Mereka juga tidak menerapkan ajaran agama dalam kesehariannya.

 
Banyak lagi kepanjangan yang lain dari kata oot diantaranya adalah “idioot, ngotot, repot, otot merosot”. Penjelasannya mental  dedak yang doyan sewoot adalah orang-orang idiot yang tidak tahu ajaran agama yang benar. Mereka sangat susah disuruh menerapkan makna bija. Walau diberi penerangan susah mengerti karena idiot. Bagi orang idiot bertradisilah yang cocok baginya.
Karena idiot mereka  jadi ngotot mempertahankan tradisinya dan menganggap itulah kebenaran. Hal ini benar juga karena kemampuan berpikirnya lemah. Repot sekali memberi penerangan agama pada orang-orang idiot. Mereka hanya mengandalkan kekuatan otot belaka akal budinya lemah.
Orang yang bermental dedak sesungguhnya moral dan kesadarannya telah merosot tetapi karena idiot mereka tidak menyadari . Tidak menyadari diri  moral dan kesadaran merosot justru orang yang belajar mengikuti guru disalahkan atau disisihkan.

 
Karena tidak suka melihat orang belajar agama mengikuti guru  merekapun mendapat ganjarannya. Ganjarannya orang tua yang suka sewoot umumnya juga punya anak idiot/kurang cerdas. Suka   ngotot kalau minta sesuatu pada orang tua. Mengurusi anak yang ngotot tentu sangat merepotkan, tapi mau diapa itu merupakan pahala dari mereka jadi orang tua bermental dedak atau oot.
Karenanya agar ada perobahan generasi dan kesadaran kebodohan jangan dipelihara. Merasa diri bodoh harus mau belajar menerapkan makna bija. Kalau diri sudah bodoh lagi tak mau belajar tentu susah ada perobahan dan sepanjang hidup jadi bodoh selamanya.
Merosotnya kesadaran dalam berbangsa dan bernegara, merosotnya  kesadaran bergotong royong  perbaikan jalan tani merupakan salah satu ciri dari manusia  kebanyakan bermental dedak. Mereka kebanyakan tidak menerapkan makna bija.

11.Mental beluk

Buah padi yang keluar putih kulitnya tanpa isi disebut beluk.  Kata beluk dipanjangkan menjadi “berlagak luhur kelihatannya”. Kata beluk dalam bahasa Bali dipanjangkan menjadi “belog, upekarane Kukuhin” artinya bodoh, upacaranya dikukuhi”.

 
Sesuai kepanjangan kata beluk diatas mental beluk yang menyusupi kepribadian akan membuat seseorang berlagak luhur atau berlagak benar kelihatannya didepan umum. Orang macam begini tidak suka  belajar agama,  tidak senang melihat orang belajar ikut perguruan  rohani. Orang  yang belajar  agama  ikut  perguruan  karena  diuji   biasa  salah bicara  dan  bahkan  salah bertindak.
Orang  yang berlagak luhur   disinilah mereka tidak  suka melihat orang yang ikut  perguruan  yang  berbuat  salah ketika  diuji.  Orang  yang berlagak  benar maunya  orang belajar  ikut  perguruan  seharusnya  lebih  baik, tidak salah-salah. Dalam belajar  mustahil  tidak  salah.  Justru  dari  kesalahan  yang pernah  diperbuat bagi  yang belajar dapat belajar  dari kesalahannya. Ini  yang  tidak mau  dimengerti oleh orang berlagak luhur.
Dengan  melihat  kesalahan  yang  biasa  dilakukan oleh orang ikut perguruan   itu membuat orang yang  tidak  ikut perguruan  merasa  diri lebih luhur  dan berlagak lebih  baik.  Berlagak luhur,  merasa diri  benar  dan memandang  rendah padaorang yang  ikut  perguruan  rohani.
Ikut  perguruan  rohani  juga   dipandang salah karena   meninggalkan  tradisi   dari warisan leluhur.  Agama  secara  tradisi  yang banyak upacara   itu  hanya  kulit-kulit  agama.  Orang  yang  cerdas mengetahui  hal itu maka  mereka   cari perguruan  rohani.
Alam  gaib  tahu  kondisi  mental  manusia  yang  sebenarnya.  Masyarakat  yang tak suka  belajar  dan  yang merasa   diri   lebih  baik  juga  diliriknya.   Salah  satu  dari masyarakatny  suatu saat ada  yang dipaksa  oleh  gaib agar  jadi pemimpin umat/pemangku.
Pemangku  dari golongan orang yang tak  suka  belajar  ikut  perguruan  diberikan  tugas  menjalankan  upacara  keagamaan. Pelajaran mereka   diseputar  bagaimana  caranya  melaksanakan upacara keagamaan.
Karena  tugasnya  sebatas  itu  maka kalau  ditanya apa maknanya  mereka  akan tidak  bisa  menerangkannya.  Mereka bagaikan  buah padi beluk  yang  keluar putih kulinya  tetapi kosong tanpa  isi.
Banyak mental masyarakat  seperti buah padi bluk iaitu  baiknya  secara  formal didepan umum,  tetapi  isi kebaikan  dihatinya  kosong, kurang berperasaan tetapi  pintar berlagak luhur/berlagak  baik atau pintar ngakali. 
Orang  yang pintar  ngakali  seperti tersebutlah  diakali  juga oleh  Alam  gaib  agar  ada kegiatan agama  dengan diberi   aturan  upacara  yang banyak  agar   mereka   belajar berkorban.  Tanpa  diberi upacara  mereka   tak  ada kegiatan  sama sekali  dalam keagamaan dalam kesehariannya.
Dibuatkanlah  hari-hari  suci  secara  formal  sehingga  masyarakat  nampak  sibuk berupacara   pada  hari tersebut.  Selepas  dari hari  formal   maka kegiatan  keagamaan  tidak ada  sama  sekali.
Hanya orang  yang belajar  agama  ikut  perguruan  yang hari-harinya  sibuk  dalam urusan  agama. Mereka  beragama  seperti  anak sekolah iaitu setiap hari  berusaha menerapkan disiplin sembahyang,  setiap hari berjapamantra  dan berkumpul  dengarkan  ceramah  agama  setiap minggu  sekali.
Tentu  juga  sebagai manusia biasa  orang  yang ikut perguruan  bukan berarti mereka  lebih pintar  dari orang yang tidak ikut perguruan.  Justru mereka mungkin lebih bodoh  tetapi menyadari kebodohannya   lalu  mereka belajar  kerohanian  berharap   minta bimbingan  dari guru  kerohanian  yang  memiliki keahlian..
Sebenarnya  masyarakat  tidak ingin jauh-jauh  cari guru kerohanian, tetapi  apa boleh buat pemangkunya  hanya  tahu  sebatas  urusan upacara saja.  Karena itu  terpaksalah loncat  cari guru kerohaian  dan belajar pada  seorang guru  yang berpengetahuan agar kelak bisa  jadi orang  yang akalnya berisi  seperti  beras.
Begitu  saja intinya orang belajar  kerohanian  agar  ia kelak jadi orang yang awalnya  kosong berubah jadi pribadi yang berisi, berasil.
Bagaikan menanam padi  agar kelak  dihasilkan buah padi iaitu beras  yang bisa  dipakai nasi.  Bukan  mengharap buah padi beluk  yang putih  tanpa  isi.  Petani  saja sedih  bila  padi  yang ditanam  kebanyakan berbuah keluar putih...

12.Mental hama

Didunia  ini ada tanaman padi tentu ada pula hamanya atau merane dalam bahasa Balinya. Kiranya demikian pula didunia ini ada orang yang berusaha menerapkan ilmu padi dan ada pula manusia bermental hama.
Manusia bermental hama tersebut sesuai kepanjangan kata hama iaitu “hanya materi”. Manusia bermental hama  dipikiran mereka hanya materi saja yang dipikirkan. Mereka tidak tertarik mendalami agama. Orang yang menerapkan ilmu padi  yang berada dilingkungan yang kebanyakan bermental hama hidupnya akan sering dipermainkan, dilecehkan. Hal ini  ibarat padi yang direbut oleh hama.
Kata hama dapat juga dipanjangkan menjadi “ hanya makan, main,mabuk-mabukan ,madat dan manak”. Hidup bermental hama hari-hari mengejar materi hal itu semata-mata agar bisa makan, main judi, mabuk-mabukan, madat lalu manak. Sangat sulit sekali menganjurkan ilmu padi  dengan menerapkan makna bija dilingkungan manusia bermental hama.

 
Hama dalam bahasa Bali disebut merane. Kata merane dipanjangkan menjadi “merase beneh” artinya merasa diri benar. Hal ini dapat diterangkan manusia bermental hama merasa diri benar dalam beragama yang hanya sebatas upacara. Baginya berupacara itulah cara beragama yang benar. Karena merasa diri benar tentu saja orang yang menerapkan maknanya dipandang salah. Salahnya tidak mengikuti tradisi.
Kalau diukur dari tradisi  orang yang menerapkan ilmu padi iaitu menerapkan makna bija jelas salah tetapi  agama membenarkan. Karena alasan itulah orang yang mengerti taat menjalankan ilmu padi dan tidak terlalu kukuh dengan tradisi.
Hukumnya orang belajar ada ujiannya, kiranya demikian pula orang yang menerapkan ilmu padi ada ujiannya. Ujiannya dipermainkan oleh orang yang bermental hama. Sementara orang yang bermental hama tidak akan mendapat ujian  dan mereka hanya mendapat ganjaran.
Ganjaran dari orang bermental hama adalah tanamannya dipermaikan oleh banyaknya hama. Ketika  tanamannya diserang banyak hama disanalah mereka pernah merasakan  kesedihan. kesedihan macam ini pula yang dirasakan oleh orang yang taat pada ilmu padi ketika diuji/dipermainkan.
20
 
Seperti hama tak punya perasaan yang penting dapat melahap tanaman petani, kiranya demikian pula manusia bermental hama tidak punya perasaan yang penting senang dapat mempermainkan orang yang taat pada ilmu padi..
Hama tanaman akan menghabiskan isi buah, kiranya  mental hama dalam diri dapat menghabiskan kecerdasan. Karena itu demi akal budi semakin berisi orang yang taat  pada ilmu padi  berusaha mengurangi mental hama  didlam dirinya.

13.Gabah, sekam  dan nasi

Gabah adalah buah padi yang masih berkulit. Kulit padi setelah dikupas disebut sekam. Kata gabah dan sekam semuanya bermakna dan berhubungan satu sama lain.

Kata gabah dipanjangkan menjadi “gegabah” atau ceroboh. Sekam sendiri dipanjangkan menjadi “semata Kama”. Hal ini dapat dijelaskan seseorang yang budinya  berisi yang masih dibalut oleh kama  mereka sering bertindak gegabah atau ceroboh dalam bertindak. Perbuatan yang ceroboh atau gegabah tersebut disebabkan semata-mata oleh dorongan kama atau hawa nafsu.
Hawanafsu tersebut menyelubungi hati yang berperasaan. Karenanya agar budi bebas dari nafsu seseorang perlu menggiling budi dengan cara pergi berkeliling jalan kaki berkelana. Melalui berkelana budi jadi bebas dan kecerdasannya meningkat yang dapat membawa keberhasilan.
Nasi sendiri dipanjangkan menjadi nasib. Hal ini bermakna dengan memiliki kecerdasan kelak nasibnyapun jadi berubah. Karenanya agar nasib berubah seseorang harus berani panas/menderita dalam menerapkan makna bija seperti nasi dipanasi.

14.Sloka-sloka
1.      
22
 
  • Aksara tunggal OM adalah Brahman yang tertinggi, pranayama adalah bentuk kesucian yang tertinggi, tetapi tidak ada yang melebihi sawitri, kebenaran adalah lebih baik dari berdiam diri(MDS II -83)
Berdasarkan sloka diatas aksara tunggal OM yang merupakan bijamantra tersebut adalah brahman atau Tuhan yang  maha tinggi. Sloka tersebut menegaskan mantra OM dan Brahman itu satu. Jadi ketika umat mengucapkan mantra OM  itu berarti mereka berhubungan langsung dengan Tuhan. Bila dengan sabar mengucapkan mantra OM maka Tuhan akan menganugrahkan  keberhasilan bagi umatnya bila saatnya.
  •  Semua upacara yajna ditetapkan didalam weda, pembakaran kurban dan upacara yajna lainnya terlampaui  tetapi ketahuailah bahwa Omkara itu kekal abadi dan itu adalah brahman, penguasa mahluk(MDS II-84).
23
 
Sloka diatas lagi menyebutkan Omkara atau mantra OM itu kekal abadi, hal ini dapat diterangkan bila seseorang selalu mengucapkan mantra OM mereka berhubungan dengan kehidupan kekal. Hidup kekal itu adalah Tuhan dan berhubungan dengan Tuhan kelak rahmat Tuhan membuat apa yang dimiliki oleh umatnya menjadi kekal. Kekal dalam artian bisa dinikmati turun temurun.
  • Hendaklah mengucapkan pranawa(aksara OM) pada permulan dan penutup pelajaran weda, karena kalau tak didahului dengan Om pelajaran akan tergelincir menyasar dan kalau tidak diikuti pada penutup maka pelajaran itu akan menghilang(MDS II-74)
Pada seloka diatas menegaskan kepada orang yang belajar  atau membuka weda wajib memulainya dengan pengucapan  mantra Om. Jika tidak didahului dengan pengucapan mantra OM pelajarannya bisa tergelincir atau menyimpang dari tujuan yang  ditetapkan oleh agama. sebaliknya pada penutup pelajaran jika tidak mengucapkan mantra Om maka apa yang dipelajari dari kitab suci akan lenyap atau hilang dari ingatan.  Karena itu penting sekali mengucapkan mantra om tersebut dan agar ingatan semakin kuat kiranya bija mantra itu harus diucapkan berulang-ulang sampai banyak...
4.      
24
 
  • Dengan mengucapkan aksara tunggal OM, iaitu Brahman dan memikirkan Aku sewaktu ajal akan meninggalkan badan jasmani, ia akan berangkat mencapai tujuan tertinggi(Bhagawadgita III-13)  

Karenanya  agar mampu  mengucapkan  mantra Om  saat ajal meninggal  perlu membiasakan diri untuk mengucapkan mantra  Om  sehari-hari. Bila  saat  ajal tiba mampu mengucapkan mantra Om atau nama Tuhan   niscaya seseorang  berangkat menuju  tujuan yang tertinggi  bersatu  dengan  Tuhan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar